Minggu, 01 Januari 2017

BAB 10. PENALARAN

10.1 Ketidakpastian


Kecerdasan buatan dikembangkan untuk membuat agar mesin (komputer) dapat melakukan pekerjaan seperti dan sebaik manusia. Sistem Pakar merupakan bagian dari kecerdasan buatan yang mengandung pengetahuan dan pengalaman yang dimasukkan oleh satu atau banyak pakar ke dalam satu area pengetahuan tertentu. Pengetahuan dan pengalaman yang ada dalam dunia nyata yang akan direpresentasikan kedalam sistem pakar penuh dengan unsur ketidakpastian dan kesamaran.
Beberapa metode yang sering digunakan untuk menangani masalah ketidakpastian dan kesamaran adalah dengan menggunakan teknik probabilitas, faktor kepastian dan logika fuzzy. Teorema Bayes merupakan bagian dari teknik probabilitas yang menekankan pada konsep probabilitas hipotesis dan evidence, sedangkan teknik probabilitas dengan teori Dempster-Shaffer menekankan pada konsep beliefe dan plausability. Pada metode dengan faktor kepastian menekankan pada nilai kepercayaan yang diberikan oleh seorang pengguna dan pakar.

 Pada metode dengan logika fuzzy menekankan pada derajat keanggotaan dari suatu evidence pada suatu himpunan fuzzy sehingga mampu menangani masalah kesamaran. Untuk memberikan solusi yang lebih baik, metode-metode yang ada bisa dikombinasikan antara yang satu dengan yang lainnya.

10.2 Probabilitas dan Teoroma Bayes

Teorema Bayes dikembangkan dengan berbagai ilmu termasuk untuk penyelesaian masalah sistem pakar dengan menetukan nilai probabilitas dari hipotesa pakar dan nilai evidence yang didapatkan fakta yang didapat dari objek yang diagnosa. Teorama Bayes ini membutuhkan biaya komputasi yang mahal karena kebutuhan untuk menghitung nilai probabilitas untuk tiap nilai dari perkalian kartesius. penerapan Teorema Bayes untuk mencari penerapan dinamakan inferens Bayes.

Contoh Soal :
Sebuah perkantoran biasanya membutuhkan tenaga listrik yang cukup agar semua aktifitas pekerjaannya terjamin dari adanya pemutusan aliran listrik. Terdapat dua sumber listrik yang digunakan PLN dan Generator. Bila listrik PLN padam maka secara otomatis generator akan menyala dan memberikan aliran listrik untuk seluruh perkantoran. Masalah yang selama ini mengganggu adalah ketidak satabilan arus (voltage) Listrik. Selama beberapa tahun terakhir, diketahui bahwa perkantoran itu menggunakan listrik PLN adalah 0.9 dan peluang menggunakan generator adalah 0.1 peluang terjadi ketidak stabilan pada arus PLN maupun generator masing-masing 0.2 dan 0.3.

Permasalahan ini di ilustrasikan Sebagai berikut :

E   : Peristiwa listrik PLN digunakan
Ec : Peristiwa listrik Generator digunakan
A  :Peristiwa terjadinya ketidak stabilan arus


Peristiwa A dapat ditulis sebagai gabungan dua kejadian yang lepas







Dengan menggunakan probabilitas bersyarat maka :

Diketahui:
P(E)=0.9    P(E’)=0.1
P(A|E)=0.2    P(A|E’)=0/3
Sehingga:
P(A)=P(E).P(A|E)+P(E’).P(A|E’)
=(0.9).(0.2)+(0.2).(0.3)
=0.21

Kembali pada permasalahan diatas, bila suatu saat diketahui terjadi ketidak stabilan arus listrik, maka berapakah probabilitas saat itu aliran listrik berasal dari generator ? Dengan menggunakan rumus probabilitas bersyarat diperoleh.

P(E’|A)=P(E’∩A)/P(A)
            =P(E’).P(A|E’)/P(A)
            =0.03/0.21=0/143

Peristiwa B1,B2,….,Bk merupakan suatu sekatan(partisi) dari ruang sampel S dengan P(Bi)≠0 untuk i=1,2,…,k maka setiap peristiwa A anggota S berlaku :










Digunakan bila ingin diketahui probabilitas P(B1|A),P(B2|A)….,P(Bk|A) dengan rumus sebagai berikut :

Suatu generator telekomunikasi nirkabel mempunyai 3 pilihan tempat untuk membangun pemancar sinyal yaitu didaerah tengah kota, daerah kaki bukit dan daerah tepi pantai, dengan masing-masing mempunyai peluang 0.2,0.3 dan 0.5. Bila pemancar dibangun ditengah kota, peluang terjadi gangguan sinyal adalah 0.05. Bila pemancar dibangun dikaki bukit, peluang terjadinya gangguan sinyal adalah 0.06. Bila pemancar dibangun ditepi pantai, peluang gangguan sinyal adalah 0.08.

A. Berapakah peluang terjadinya gangguan sinyal ?
B. Bila diketahui telah terjadinya gangguan pada sinyal, berapa peluang bahwa operator tersebut ternyata telah membangun pemancar di tepi pantai ?

Misal :
A          = Terjadi ganguan sinyal
B1        = Pemancar dibangun di tengah kota
B2        = ----------------------------di kaki bukit
B3        = ----------------------------di tepi pantai
Maka :
A. Peluang terjadinya ganguan sinyal
P(A) = P(B1)P(A|B1)+P(B2)P(A|B2)+P(B3)P(A|B3)
        = (0,2).(0.05)+(0.3)(0.06)+(0.5)(0.08) = 0.001+0.018+0.04 = 0.068

10.3 Faktor Kepastian ( Certainty Factor )

Faktor kepastian merupakan cara dari penggabungan kepercayaan (belief) dan ketidapercayaan (unbelief) dalam bilangan yang tunggal. Dalam certainty theory, data-data kualitatif direpresentasikan sebagai derajat keyakinan (degree of belief).

Tahapan Representasi Data Kualitatif
Tahapan dalam merepresentasikan data-data kualitatif :
kemampuan untuk mengekspresikan derajat keyakinan sesuai dengan metode yang sudah dibahas sebelumnya.
kemampuan untuk menempatkan dan mengkombinasikan derajat keyakinan tersebut dalam sistem pakar.
Dalam mengekspresikan derajat keyakinan digunakan suatu nilai yang disebut certainy factor (CF) untuk mengasumsikan derajat keyakinan seorang pakar terhadap suatu data.


Formulasi Certainy Factor

Dimana :
CF = Certainy Factor (faktor kepastian) dalam hipotesis H yang dipengaruhi oleh fakta E.
MB=Measure of Belief (tingkat keyakinan), adalah ukuran kenaikan dari kepercayaan hipotesis H dipengaruhi oleh fakta E.
MD=Measure of Disbelief (tingkat ketidakyakinan), adalah kenaikan dari ketidakpercayaan hipotesis H dipengaruhi fakta E.
E = Evidence (peristiwa atau fakta).
H = Hipotesis (Dugaan).

10.4 Teori Dempster - Shafer

Teori Dempster-Shafer adalah suatu teori matematika untuk pembuktian berdasarkan belief functions and plausible reasoning (fungsi kepercayaan dan pemikiran yang masuk akal), yang digunakan untuk mengkombinasikan potongan informasi yang terpisah (bukti) untuk mengkalkulasi kemungkinan dari suatu peristiwa. Teori ini dikembangkan oleh Arthur P. Dempster dan Glenn Shafer.
Secara umum Teori Dempster-Shafer ditulis dalam suatu interval :

[Belief,Plausibility]

Belief
Belief (Bel) adalah ukuran kekuatan evidence (gejala) dalam mendukung suatu himpunan bagian. Jika bernilai 0 maka mengindikasikan bahwa tidak ada evidence, dan jika bernilai 1 menunjukan adanya kepastian.

Plausibility
Plausibility (Pl) dinotasikan sebagai:
Pl(s)= 1 – Bel(¬­­­­­­­­­s)­­­­­­­
Plausibility juga bernilai 0 sampai 1. Jika kita yakin akan –s, maka dapat dikatakan bahwa Bel(¬s)=1, dan Pl(¬s)=0.
Plausability akan mengurangi tingkat kepercayaan dari evidence. Pada teori Dempster-Shafer kita mengenal adanya frame of discernment yang dinotasikan dengan θ dan mass function yang dinotasikan dengan m. Frame ini merupakan semesta pembicaraan dari sekumpulan hipotesis sehingga disebut dengan environtment.

Misalkan: θ = {A, B, C, D, E, F, G, H, I, J}
Dengan :
A   = Gagal Ginjal Kronik
B   = Kanker Ginjal
C   = Pielonefritis
D   = Sindroma Nefrotik
E    = Hidronefrosis
F    = Kanker Kandung Kemih
G   = Ginjal Polikista
H   = Nefritis Tubulointerstisialis
I     = Sistitis
J     = Infeksi Saluran Kemih

Mass Function

Sedangkan mass function (m) dalam teori Dempster-Shafer adalah tingkat kepercayaan dari suatu evidence measure sehingga dinotasikan dengan (m). Untuk mengatasi sejumlah evidence pada teori Dempster-Shafer menggunakan aturan yang lebih dikenal dengan Dempster’s Rule of Combination.

Dengan :
m1 (X) adalah mass function dari evidence X
m2 (Y) adalah mass function dari evidence Y
m3(Z) adalah mass function dari evidence Z
κ  adalah jumlah conflict evidence







SUMBER :

http://ojs.unud.ac.id/index.php/lontar/article/view/3708
http://ikhwan-perbaungan.blogspot.co.id/2014/09/teorema-bayes-dan-contoh-teorema-bayes.html
http://informatika.web.id/faktor-kepastian-certainty-factor.htm
http://informatika.web.id/teori-dempster-shafer.html
http://danatheark.blogspot.co.id/2016/12/penalaran.html





BAB 9. INFRENSI DALAM LOGIKA ORDER

9.1 Mengubah Infrensi order pertama menjadi infrensi proposisi

Representasi 4 kategori silogisme menggunakan logika predikat


  • Contohnya : Misal, φ merupakan fungsi proposisi :
  • Contoh lain : (  x) H(x)




Kaidah Universal Instatiation merupakan state dasar, dimana suatu individual dapat digantikan
(disubsitusi) ke dalam sifat universal


(  x) φ(x)
φ(a)
merupakan bentuk yang valid, dimana a menunjukkan
spesifik individual, sedangkan x adalah suatu variabel yang berada dalam jangkauan semua individu.



H(Socrates)

Berikut ini adalah contoh pembuktian formal silogisme

All men are mortal
Socrates is a man
Therefore, Socrates is mortal
Misal : H = man, M = mortal, s = Socrates
1. (  x) (H (x) -> M(x))
2. H(s)                                     /    M(s)
3. H(s) -> M(s)                        1 Universal Instatiation


4. M(s)                                     2,3 Modus Ponens

9.2 Unifikasi


Unifikasi adalah usaha untuk mencoba membuat dua ekspresi menjadi identik (mempersatukan keduanya) dengan mencari substitusi-substitusi tertentu untuk mengikuti peubah-peubah dalam ekspresi mereka tersebut. Unifikasi merupakan suatu prosedur sistematik untuk memperoleh peubah-peubah instan dalam wffs. Ketika nilai kebenaran predikat adalah sebuah fungsi dari nilai-nilai yang diasumsikan dengan argumen mereka, keinstanan terkontrol dari nilai-nilai selanjutnya yang menyediakan cara memvalidasi nilai-nilai kebenaran pernyataan yang berisi predikat. Unifikasi merupakan dasar atas kebanyakan strategi inferensi dalam Kecerdasan Buatan. Sedangkan dasar dari unifikasi adalah substitusi.

Suatu substitusi (substitution) adalah suatu himpunan penetapan istilah-istilah kepada peubah, tanpa ada peubah yang ditetapkan lebih dari satu istilah. Sebagai pengetahuan jantung dari eksekusi Prolog, adalah mekanisme unifikasi.

Aturan-aturan unifikasi :

  1. Dua atom (konstanta atau peubah) adalah identik.
  2. Dua daftar identik, atau ekspresi dikonversi ke dalam satu buah daftar.
  3. Sebuah konstanta dan satu peubah terikat dipersatukan, sehingga peubah menjadi terikat kepada konstanta.
  4. Sebuah peubah tak terikat diperssatukan dengan sebuah peubah terikat.
  5. Sebuah peubah terikat dipersatukan dengan sebuah konstanta jika pengikatan pada peubah terikat dengan konstanta tidak ada konflik.
  6. Dua peubah tidak terikat disatukan. Jika peubah yang satu lainnya menjadi terikat dalam upa-urutan langkah unifikasi, yang lainnya juga menjadi terikat ke atom yang sama (peubah atau konstanta).
  7. Dua peubah terikat disatukan jika keduanya terikat (mungkin melalui pengikatan tengah) ke atom yang sama (peubah atau konstanta)

9.3 Generalized Modus Ponens (GMP)


Dalam logika Boolean, dengan aturan `` JIKA X adalah A THEN Y adalah B '', proposisi X adalah A harus diamati untuk mempertimbangkan proposisi Y adalah B.

Dalam logika fuzzy, proposisi `` X adalah A' '', Dekat dengan premis `` X adalah A '' dapat diamati untuk memberikan kesimpulan `` Y adalah B' '' Dekat dengan kesimpulan `` Y adalah B '' .

Sebuah inferensi fuzzy sederhana dapat direpresentasikan sebagai:

Aturan : JIKA X adalah A THEN Y adalah B
Fakta : X adalah A'
Kesimpulan : Y adalah B'

Untuk menyimpulkan seperti inferensi fuzzy kita menggunakan mekanisme yang disebut umum modus ponens. Di sini, kita menggunakan salah satu berdasarkan implikasi fuzzy Brouwer-Gödel diungkapkan oleh :

Catatan : Asumsikan -> operator implikasi Brouwer-Gödel dan o operator kombinasi, rumus dapat dinyatakan dengan B' = A'o(A-->B) yang kita gunakan sekarang untuk menyederhanakan notasi.



9.4 Rangkaian Forward & Backward 


  • Forward Chaining

Forward chaining merupakan metode inferensi yang melakukan penalaran dari suatu masalah kepada solusinya. Jika klausa premis sesuai dengan situasi (bernilai TRUE), maka proses akan menyatakan konklusi. Forward chaining adalah data-driven karena inferensi dimulai dengan informasi yang tersedia dan baru konklusi diperoleh. Jika suatu aplikasi menghasilkan tree yang lebar dan tidak dalam, maka gunakan forward chaining.

Contoh :
Terdapat 10 aturan yang tersimpan dalam basis pengetahuan yaitu :
R1 : if A and B then C
R2 : if C then D
R3 : if A and E then F
R4 : if A then G
R5 : if F and G then D
R6 : if G and E then H
R7 : if C and H then I
R8 : if I and A then J
R9 : if G then J
R10 : if J then K
Fakta awal yang diberikan hanya A dan E, ingin membuktikan apakah K bernilai benar. Proses penalaran forward chaining terlihat pada gambar dibawah :

  • Backward Chaining

Menggunakan pendekatan goal-driven, dimulai dari harapan apa yang akan terjadi (hipotesis) dan kemudian mencari bukti yang mendukung (atau berlawanan) dengan harapan kita. Sering hal ini memerlukan perumusan dan pengujian hipotesis sementara. Jika suatu aplikasi menghasilkan tree yang sempit dan cukup dalam, maka gunakan backward chaining.
Contoh :
Seperti pada contoh forward chining, terdapat 10 aturan yang sama pada basis pengetahuan dan fakta awal yang diberikan hanya A dan E. ingin membuktikan apakah K bernilai benar. Proses penalaran backward chaining terlihat pada gambar berikut :
















SUMBER : https://www.academia.edu/9763118/Metode_Inferensi_1_54_Pengantar_Kecerdasan_Buatan_AK045218
http://portal.survey.ntua.gr/main/labs/rsens/DeCETI/IRIT/GEODES/node18.html
http://danatheark.blogspot.co.id/2016/12/inferensi-dalam-logika-order-pertama_31.html
http://gofagofaa.blogspot.co.id/2016/12/inferensi-dalam-logika-order-pertama.html