Minggu, 01 Januari 2017

BAB 9. INFRENSI DALAM LOGIKA ORDER

9.1 Mengubah Infrensi order pertama menjadi infrensi proposisi

Representasi 4 kategori silogisme menggunakan logika predikat


  • Contohnya : Misal, φ merupakan fungsi proposisi :
  • Contoh lain : (  x) H(x)




Kaidah Universal Instatiation merupakan state dasar, dimana suatu individual dapat digantikan
(disubsitusi) ke dalam sifat universal


(  x) φ(x)
φ(a)
merupakan bentuk yang valid, dimana a menunjukkan
spesifik individual, sedangkan x adalah suatu variabel yang berada dalam jangkauan semua individu.



H(Socrates)

Berikut ini adalah contoh pembuktian formal silogisme

All men are mortal
Socrates is a man
Therefore, Socrates is mortal
Misal : H = man, M = mortal, s = Socrates
1. (  x) (H (x) -> M(x))
2. H(s)                                     /    M(s)
3. H(s) -> M(s)                        1 Universal Instatiation


4. M(s)                                     2,3 Modus Ponens

9.2 Unifikasi


Unifikasi adalah usaha untuk mencoba membuat dua ekspresi menjadi identik (mempersatukan keduanya) dengan mencari substitusi-substitusi tertentu untuk mengikuti peubah-peubah dalam ekspresi mereka tersebut. Unifikasi merupakan suatu prosedur sistematik untuk memperoleh peubah-peubah instan dalam wffs. Ketika nilai kebenaran predikat adalah sebuah fungsi dari nilai-nilai yang diasumsikan dengan argumen mereka, keinstanan terkontrol dari nilai-nilai selanjutnya yang menyediakan cara memvalidasi nilai-nilai kebenaran pernyataan yang berisi predikat. Unifikasi merupakan dasar atas kebanyakan strategi inferensi dalam Kecerdasan Buatan. Sedangkan dasar dari unifikasi adalah substitusi.

Suatu substitusi (substitution) adalah suatu himpunan penetapan istilah-istilah kepada peubah, tanpa ada peubah yang ditetapkan lebih dari satu istilah. Sebagai pengetahuan jantung dari eksekusi Prolog, adalah mekanisme unifikasi.

Aturan-aturan unifikasi :

  1. Dua atom (konstanta atau peubah) adalah identik.
  2. Dua daftar identik, atau ekspresi dikonversi ke dalam satu buah daftar.
  3. Sebuah konstanta dan satu peubah terikat dipersatukan, sehingga peubah menjadi terikat kepada konstanta.
  4. Sebuah peubah tak terikat diperssatukan dengan sebuah peubah terikat.
  5. Sebuah peubah terikat dipersatukan dengan sebuah konstanta jika pengikatan pada peubah terikat dengan konstanta tidak ada konflik.
  6. Dua peubah tidak terikat disatukan. Jika peubah yang satu lainnya menjadi terikat dalam upa-urutan langkah unifikasi, yang lainnya juga menjadi terikat ke atom yang sama (peubah atau konstanta).
  7. Dua peubah terikat disatukan jika keduanya terikat (mungkin melalui pengikatan tengah) ke atom yang sama (peubah atau konstanta)

9.3 Generalized Modus Ponens (GMP)


Dalam logika Boolean, dengan aturan `` JIKA X adalah A THEN Y adalah B '', proposisi X adalah A harus diamati untuk mempertimbangkan proposisi Y adalah B.

Dalam logika fuzzy, proposisi `` X adalah A' '', Dekat dengan premis `` X adalah A '' dapat diamati untuk memberikan kesimpulan `` Y adalah B' '' Dekat dengan kesimpulan `` Y adalah B '' .

Sebuah inferensi fuzzy sederhana dapat direpresentasikan sebagai:

Aturan : JIKA X adalah A THEN Y adalah B
Fakta : X adalah A'
Kesimpulan : Y adalah B'

Untuk menyimpulkan seperti inferensi fuzzy kita menggunakan mekanisme yang disebut umum modus ponens. Di sini, kita menggunakan salah satu berdasarkan implikasi fuzzy Brouwer-Gödel diungkapkan oleh :

Catatan : Asumsikan -> operator implikasi Brouwer-Gödel dan o operator kombinasi, rumus dapat dinyatakan dengan B' = A'o(A-->B) yang kita gunakan sekarang untuk menyederhanakan notasi.



9.4 Rangkaian Forward & Backward 


  • Forward Chaining

Forward chaining merupakan metode inferensi yang melakukan penalaran dari suatu masalah kepada solusinya. Jika klausa premis sesuai dengan situasi (bernilai TRUE), maka proses akan menyatakan konklusi. Forward chaining adalah data-driven karena inferensi dimulai dengan informasi yang tersedia dan baru konklusi diperoleh. Jika suatu aplikasi menghasilkan tree yang lebar dan tidak dalam, maka gunakan forward chaining.

Contoh :
Terdapat 10 aturan yang tersimpan dalam basis pengetahuan yaitu :
R1 : if A and B then C
R2 : if C then D
R3 : if A and E then F
R4 : if A then G
R5 : if F and G then D
R6 : if G and E then H
R7 : if C and H then I
R8 : if I and A then J
R9 : if G then J
R10 : if J then K
Fakta awal yang diberikan hanya A dan E, ingin membuktikan apakah K bernilai benar. Proses penalaran forward chaining terlihat pada gambar dibawah :

  • Backward Chaining

Menggunakan pendekatan goal-driven, dimulai dari harapan apa yang akan terjadi (hipotesis) dan kemudian mencari bukti yang mendukung (atau berlawanan) dengan harapan kita. Sering hal ini memerlukan perumusan dan pengujian hipotesis sementara. Jika suatu aplikasi menghasilkan tree yang sempit dan cukup dalam, maka gunakan backward chaining.
Contoh :
Seperti pada contoh forward chining, terdapat 10 aturan yang sama pada basis pengetahuan dan fakta awal yang diberikan hanya A dan E. ingin membuktikan apakah K bernilai benar. Proses penalaran backward chaining terlihat pada gambar berikut :
















SUMBER : https://www.academia.edu/9763118/Metode_Inferensi_1_54_Pengantar_Kecerdasan_Buatan_AK045218
http://portal.survey.ntua.gr/main/labs/rsens/DeCETI/IRIT/GEODES/node18.html
http://danatheark.blogspot.co.id/2016/12/inferensi-dalam-logika-order-pertama_31.html
http://gofagofaa.blogspot.co.id/2016/12/inferensi-dalam-logika-order-pertama.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar